Jumat, 14 Maret 2014

knowing Semiotics


Ilmu Semiotika

            Kata “Semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti “tanda” atau seme yang berarti “ penafsir tanda”. Semieon adalah istilah yang digunakan oleh orang Greek untuk merujuk kepada sains yang mengkaji sistem perlambangan atau sistem tanda dalam kehidupan manusia. Secara terminologis semiotika adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Awal mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh Ferdinand De Saussure , ia mendefinisikan ‘semiotika’ (semiotics) sebagai ilmu yang mengkaji tentang peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Menurut Eco, semiotik sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan dengannya cara berfungsinya, hubungannya dengan kata-kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.

            Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory [semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki] ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia. Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati  dapat disebut tanda. Semiotika pada pemahaman bahwa sesuatu yang disebut realitas itu tidak lain dari representasi. Artinya, realitas selalu merupakan versi seseorang atau suatu lembaga mengenai perkara yang tersaji sebagai realitas itu.

Semiotika mengatakan bahwa apa yang dianggap realitas bagi seseorang belum tentu demikian bagi orang lain. Dengan kata lain, semiotika menyadarkan kita bahwa tanda yang dipakai untuk merepresentasi sesuatu senantiasa rentan terhadap manipulasi dan rekayasa. Peirce mengemukakan teori segitiga makna yang terdiri atas tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Baginya, tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merepresentasikan hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri atas Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. 

          Menurut Saussure, tanda terdiri atas bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified. Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” Semiotik merupakan ilmu yang mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi dan ekspresi. sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun nonverbal. Sebagai pengetahuan praktis, pemahaman terhadap keberadaan tanda-tanda, khususnya yang dialami dalam kehidupan sehari-hari berfungsi untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui efektivitas dan efesiensi. Jadi, pemanfaatan sistem tanda secara benar mempermudah aktivitas kehidupan.




about Science Communication (part III)


Komunikasi Efektif

        Terbiasa berkomunikasi sebenarnya belum berarti memahami komunikasi. Menurut Porter dan Samova, memahami komunikasi manusia berarti memahami apa yang terjadi selama komunikasi berlangsung, mengapa itu terjadi, akibat-akibat apa yang terjadi dan akhirnya apa yang dapat kita perbuat untuk mempengaruhi dan memaksimumkan hasil-hasil kejadian tersebut. Dimana pun kita tinggal dan apapun pekerjaan kita, kita selalu membutuhkan komunikasi dengan orang lain. Banyak orang gagal berkomunikasi karena mereka tidak terampil berkomunikasi. Thomas Harrell, seorang profesor bidang bisnis di Stanford University, faktor yang paling sering membuat seseorang itu sukses adalah kesukaan berbicara. Harrell mengemukakan bahwa nyatanya para pemimpin besar adalah komunikator besar, seraya mengutip pendapat John Callen bahwa hal terpenting bagi seorang Chief Executive Officer (CEO) sesudah keahliannya adalah kemampuan berkomunikasi. 

            Komunikasi dapat dibedakan menjadi: Komunikasi konteks-rendah dan Komunikasi konteks-tinggi. Komunikasi konteks-rendah ditandai oleh  pesan verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung, lugas dan berterus terang. Para penganut konteks-rendah mengatakan apa yang mereka maksudkan (they say what they mean) dan memaksudkan apa yang mereka katakan (they mean what they say). Komunikasi konteks-tinggi ditandai oleh  pesan bersifat implisit, tidak langsung dan tidak terus terang. Pesan yang sebenarnya tersembunyi  dalam perilaku nonverbal pembicara: intonasi suara, gerakan tangan, postur badan, ekspresi wajah, tatapan mata atau bahkan konteks fisik (dandanan, penataan ruangan, benda-benda dan sebagainya) Pernyataan verbalnya bisa berbeda atau bertentangan dengan pesan nonverbalnya. Maka anggota-anggota budaya konteks-tinggi lebih terampil membaca perilaku nonverbal dan dalam membaca lingkungan.

       Komunikasi memilki dimensi isi dan dimensi hubungan. Dimensi isi menunjukkan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan. Komunikasi Efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (orang-orang yang sedang berkomunikasi). Menurut Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Komunikasi (2008:13) menyebutkan, komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya pengertian, dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan suatu tindakan. Selain itu, syarat utama agar komunikasi itu efektif adalah kredibilitas. Keterampilan komunikasi antar perorangan adalah kemampuan untuk terus menerus membangun kredibilitas dan dapat dipercayanya segala apa yang kita komunikasikan. Untuk membangun kredibilitas harus ada isi pesan yang jelas, suara/intonasi dalam menyampaikan pesan dan wahana bagaimana orang itu menyampaikan pesan. Jadi semakin seseorang tidak konsekuen dengan ketiga hal tersebut, maka akan menentukan kredibilitas sesorang, semakin tidak konsekuen akan menjadi semakin “tidak dipercaya”.

Menurut Kumar (2000), komunikasi efektif antar pribadi mempunyai 5 ciri:
·      Keterbukaan
·      Empati
·      Dukungan
·      Rasa positif
·      Kesetaraan

         Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Efffective Communication)  yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.

Hukum1: Respect

          Sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan.Pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim. Bahkan menurut Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. 

       Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa “Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai.” Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi),  Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan. Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggenggam orang dalam telapak tangannya. Charles Schwabb mengatakan bahwa aset paling besar yang dia miliki adalah kemampuannya dalam membangkitkan antusiasme pada orang lain. Dan cara untuk membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain melakukan hal-hal terbaik adalah dengan memberi penghargaan yang tulus (Ken Blanchard dan Spencer Johnson, The One Minute Manager)

Hukum II: Empathy

Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand –understand then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya.

Hukum III: Audible

         Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan (mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu).

Hukum IV: Clarity

          Kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.

Hukum V: Humble

         Dalam membangun komunikasi yang efektif yang dibutuhkan adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap Rendah Hati: sikap yang penuh melayani, sikap menghargai, mau mendengardan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar. 

         Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.







about Science Communication (part II)


Komunikasi Verbal vs Komunikasi Nonverbal    

             Dalam hubungannya, perilaku verbal dan perilaku nonverbal mempunyai fungsi: Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal; Memperteguh, menekankan, atau melengkapi perilaku verbal; Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal (berdiri sendiri); Perilaku verbal dapat meregulasi perilaku verbal dan Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku verbal. Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian. Pertama, bahasa tanda (sign language); kedua, bahasa tindakan (action language)-semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan; dan ketiga, bahasa objek (object language) - pertunjukan benda, pakaian, dan lambang nonverbal bersifat publik lainnya seperti ukuran ruangan, bendera, gambar (lukisan), musik (misalnya marching band) dan sebagainya baik disengaja ataupun tidak.   

          Edward T. Hall menamai bahasa nonverbal sebagai “bahasa diam” (silent language) dan dimensi tersembunyi (hidden dimension) suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena  pesan-pesan nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi, pesan  non verbal memberi kita isyarat –isyarat kontekstual. Selain isyarat situasional dan isyarat kontekstual, pesan nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pemahaman komunikasi. Menurut Pace dan Faules, terdapat dua bentuk umum tindakan yang dilakukan orang yang terlibat dalam komunikasi, yaitu penciptaan pesan dan penafsiran pesan. Pesan disini tidak harus berupa kata-kata, namun bisa juga  merupakan  pertunjukan (display), termasuk pakaian, perhiasan, dan hiasan wajah (make up atau jenggot) atau yang lazimnya disebut pesan non verbal.
Menurut Mark L. Knapp  ada lima fungsi komunikasi nonverbal, yakni :
  • Repetisi: Mengulang kembali gagasan yang sudah disampaikan secara verbal.
  • Subtitusi: Menggantikan lambang verbal.
  • Kontradiksi: Menolak sebuah pesan verbal dengan memberikan makna lain menggunakan pesan nonverbal.
  • Pelengkap (complement): Melengkapi dan memperkaya pesan nonverbal.
  • Aksentuasi: Menegaskan pesan nonverbal.

Komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal dapat berlangsung spontan, serempak dan non-konsekuensial. Namun setidaknya ada tiga perbedaan pokok diantara keduanya. Pertama, perilaku verbal adalah saluran tunggal, perilaku nonverbal bersifat multi saluran. Kata-kata yang datang dari sumber, misalnya diucapkan orang yang kita baca di media cetak, tetapi isyaratnya nonverbal dapat dilihat, didengar, dirasakan, dibaui atau dicicipi dan beberapa isyarat berlangsung secara simultan. Kedua, pesan verbal terpisah-pisah sedangkan pesan nonverbal sinambung. Ketiga, komunikasi nonverbal mengandung banyak muatan emosional daripada komunikasi verbal. Sementara kata-kata umumnya digunakan untuk menyampaikan fakta, pengetahuan, atau keadaan, pesan non verbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan seseorang, yang terdalam sekalipun.       

about Science Communication (part I)



 Pengertian Komunikasi

            Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common), istilah communis paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang menyerupai. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana,2008:46). Menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa), komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi, untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Webster’s New Collegiate Dictionary edisi tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.

Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Komunikasi (communication) adalah proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka (Richard,2008:5). Menurut Hovland, Janis dan Kelley, Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk prilaku orang lain (khlayak). Kemudian menurut Berelson dan Steiner, Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, ahlian dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka, dan lain-lain. Sedangkan menurut Harold Laswell, Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa”, “mengatakan apa”, “kepada siapa”, “dan “dengan akibat apa” atau “hasil apa”. (who says what in which channel to whom and with what effect).



 Konseptual Komunikasi


           Sebagaimana dikemukakan John R Wenburg , William W Willmot, Kenneth K. Sereno, dan Edward M Bodaken, setidaknya ada tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi yakni komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi dan komunikasi sebagai transaksi (Mulyana, 2008:67-77)

1.     Komunikasi sebagai tindakan satu arah

           Menurut Michael Burgoon, komunikasi sebagai proses searah biasa disebut “definisi berorientasi sumber” (source – oriented definition). Definisi ini mengisyaratkan komunikasi sebagai semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respons orang lain. Komunikasi dianggap sebagai tindakan yang disengaja (intentional act) untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan sesuatu. Definisi-definisi komunikasi demikian mengabaikan komunikasi yang tidak disengaja, seperti pesan yang tidak direncanakan yang tekandung dalam nada suara, ekspresi wajah atau isyarat spontan yang lain.

2.    Komunikasi sebagai interaksi

Dalam arti sempit interaksi berarti saling mempengaruhi (matual influence). Pandangan komunikasi sebagai interaksi menyetarakan komunikasi dengan proses sebab akibat atau aksi reaksi, yang arahnya bergantian. Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan satu arah. Namun pandangan kedua ini masih membedakan para peserta sebagai pengirim dan penerima pesan, karena itu masih tetap berorientasi pada sumber, meskipun kedua peran tersebut dianggap bergantian. Pada dasarnya proses interaksi yang berlangsung masih bersifat mekanis dan statis.

3.    Komunikasi sebagai transaksi

           Dalam konteks ini komunikasi adalah proses personal karena makna  atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat pribadi. Komunikasi dianggap berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal ataupun perilaku nonverbal.



 Tujuan dan Fungsi  Komunikasi


            Menurut Scheidel tujuan dasar berkomunikasi adalah  untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis manusia. Dalam konteks sosial, komunikasi penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagian, terhindar dari tekanan dan tegangan, antara lain melalui komunikasi yang menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain. Dengan berkomunikasi kita dapat memahami secara lebih baik diri kita sendiri dan diri orang lain. Komunikasi juga memungkinkan kita untuk menemukan dunia luar-dunia yang dipenuhi objek, peristiwa, dan manusia lain.

            Rudolph F. Verbender mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu. Alfred Korzybski menyatakan bahwa kemampuan manusia berkomunikasi menjadikan mereka “pengikat waktu” (time-binder). Pengikat waktu (time-binder) merujuk pada kemampuan manusia untuk mewariskan  pengetahuan dari generasi ke generasi dan dari budaya ke budaya. Mereka tidak perlu memulai setiap generasi yang baru. Mereka mampu mengambil pengetahuan masa lalu, mengujinya berdasarkan fakta-fakta mutakhir dan meramalkan masa depan. Dengan kemampuan tersebut, manusia mampu mengendalikan diri dan lingkungan mereka.