Iklan media luar ruang termasuk
dalam media lini atas sering dianggap sebagai media sekunder atau media
pelengkap dan pendukung dari kampanye periklanan melalui media primer (televisi, radio, media cetak dan media lainya), namun bukan berarti iklan melalui
media luar ruang tidak dibuat dengan serius dan dengan perencanaan
strategi-strategi yang matang. Justru karena keberadaanya tersebut maka iklan
luar ruang ditampilkan sangat menarik dan ditempatkan pada lokasi yang
strategis.
Maraknya Media Iklan Luar Ruang di
setiap sudut kota tanpa diimbangi pelaksanaan aturan yang jelas, baik dari segi
desain, dimensi, maupun peletakannya dari Pemerintah membuat kota tampak
semrawut (tidak tertata dengan baik). Pemandangan ini dapat ditemukan di
hampir keseluruhan kota-kota besar di Indonesia. Setiap sudut jalan dapat
ditemukan baligho, reklame dan berbagai media iklan luar ruang lainnya dengan
berbagai ukuran yang terpajang secara sembarang. Berikutnya, karena tidak ada
tindakan dari Pemerintah untuk mencopot baligho, reklame dan media iklan luar
ruang lainnya yang sudah melebihi batas akhir pemasangan, sehingga menjadi
sampah yang kian memperburuk citra kota tersebut.
Tidak di pungkiri jika ruang papan
reklame atau billboard di kota – kota besar merupakan bagian dari perkembangan
industri periklanan yang semakin pesat. Industri dengan dukungan modal yang
kuat dari pemilik modal ini semakin hari menjadi lahan subur bagi produsen
untuk memasarkan produk. Saat ini hampir seluruh sudut jalan telah dipenuhi
oleh papan reklame iklan bahkan dengan perkembangannya bentuk iklan digital pun
mulai marak. Ada kesan bahwa pemasangan reklame tersebut merupakan bagian dari
estetika keindahan kota metropolitan.
Kota-kota besar seperti Jakarta,
Bandung, Surabaya, dan Jogjakarta menjadi tempat di mana reklame bermunculan
tanpa mengikuti aturan yang ditetapkan. Seperti halnya Kota Palembang, kota
terbesar kedua di Sumatera setelah Medan yang mendapat predikat Asean Environment Sustainable City 2008, sebagai Kota
Terbersih se-Asean , Peringkat I Kota Metropolitan Terbersih se-Indonesia
2011 (Adipura Award) dan Taman Kota
Terbaik se-Indonesia, atas nama Kambang Iwak (KI Family Park).
Tak di pungkiri saat ini Palembang telah masuk dalam jajaran kota
Internasional. Melihat prestasi dari kota Palembang, tentu warganya merasa
sangat bangga akan kemajuan kota kelahirannya. Namun kota ini pun tak luput
dari sebuah kekurangan. Kebersihan dan Keindahan kota akan terasa timpang
ketika kita melihat tata kota yang tidak rapi. Walau tidak seburuk di ibukota
Jakarta, namun di Palembang masih banyak pamplet ataupun reklame yang di pasang
sembarangan.
Sesuai
dengan Perda No.08 tahun 2004 pasal 2
Pembinaan dibidang penyelenggaraan reklame dimaksudkan untuk melakukan pemantauan, pengawasan dan pengendalian yang meliputi kegiatan menata, mengatur dan menertibkan penyelenggaraan reklame dalam Daerah.
Pembinaan dibidang penyelenggaraan reklame dimaksudkan untuk melakukan pemantauan, pengawasan dan pengendalian yang meliputi kegiatan menata, mengatur dan menertibkan penyelenggaraan reklame dalam Daerah.
Memaknai Peraturan di atas, kami
bertanya- tanya. Pembinaan seperti apa yang di lakukan Pemerintah kota terhadap aturan
dalam pemasangan Iklan Luar Ruang ? Pelanggaran pemasangan reklame hingga saat
ini terus terjadi, terutama pemasangan reklame di sarana umum, pohon, jembatan
penyeberangan dan tiang listrik. Seperti di kawasan Sudirman, ketika anda
mengendarai motor ataupun menggunakan fasilitas umum seperti bus anda akan di
suduhi oleh banyaknya pamplet promosi yang di tempelkan di pohon.
Tidak hanya itu ketika anda memasuki
kawasan Mp.Mangkunegara, akan banyak reklame-reklame liar di pasang, terutama
pada tiang listrik. Tali-tali yang mengikat dan tidak di bersihkan oleh
pemasangnya pun sangat menggangu pemandangan, hitam dan terlihat kumuh. Sedikit
berjalan di kawasan Sako Raya, anda akan melihat kembali baligho partai-partai
politik beserta para calegnya (calon legislatif). Dengan kreatifitas yang
sangat pas-pasan dan nyaris seragam, wajah para caleg dengan pose yang gesture-nya
statis membosankan lengkap dengan senyum narsisnya, mengisi bidang-bidang
gambar tampilan visual media-media kampanye yang disebar-luaskan di daerah ini.
Melihat kenyataannya, kita menyadari
bagaimana pelaksanaan Perda yang telah di tetapkan masih menyimpang. Aparatur
yang berkewajiban untuk mengatasi hal tersebut seakan bekerja musiman. Padahal
tujuan pembinaan yang seharusnya jelas dalam Perda No.08 tahun 2004 pasal 3 :
Tujuan pembinaan sebagaimana dimaksud Pasal 2 Peraturan Daerah, agar penyelenggaraan reklame dapat berjalan secara tertib, teratur, rapi, indah dan serasi berdasarkan nilai-nilai estetika, sesuai dengan rencana kota serta tidak bertentangan dengan norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, kesehatan dan ketentraman serta ketertiban umum.
Tujuan pembinaan sebagaimana dimaksud Pasal 2 Peraturan Daerah, agar penyelenggaraan reklame dapat berjalan secara tertib, teratur, rapi, indah dan serasi berdasarkan nilai-nilai estetika, sesuai dengan rencana kota serta tidak bertentangan dengan norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, kesehatan dan ketentraman serta ketertiban umum.
dan Pasal 20 :
Kepala
Daerah menetapkan lokasi dan kawasan tertentu yang diperbolehkan atau dilarang
untuk penyelenggaraan reklame.
Jika aturan saja sudah tidak
mengikat, tentu penyelewengan akan terjadi. Banyak kasus dimana pemasangan
iklan luar ruang yang semwrawut di landasi oleh tidak adanya izin resmi dari
Pemerintah. Para pelaku biasanya perorangan, secara sembarang membuat promosi
dan menempelkan iklan mereka di sembarang tempat dengan desain dan bahasa yang
sembarangan pula tanpa memikirkan nilai estetika. Mengarah pada Perda No.08
tahun 2004 Pasal 4 ayat 1 :
Setiap orang dan atau badan yang menyelenggarakan reklame dalam Daerah, wajib memiliki IPR dan atau IMMR dari Kepala Daerah melalui Dinas Tata Kota
Setiap orang dan atau badan yang menyelenggarakan reklame dalam Daerah, wajib memiliki IPR dan atau IMMR dari Kepala Daerah melalui Dinas Tata Kota
dan Pasal 22 ayat 1
Penyelenggara Reklame atau Perusahaan Jasa
Periklanan dan atau Biro Reklame harus menyusun naskah reklamenya dalam Bahasa
Indonesia atau bahasa asing yang baik dan benar.
Hingga saat ini Pemerintah belum
menunjukkan kinerja yang serius dalam menangani persoalan tersebut, reklame-
reklame liar masih saja bertengger di tempat-tempat yang tidak seharusnya.
Jangankan untuk di bongkar, aparatur seakan tak perduli. Disinilah seharusnya Perda
No.08 tahun 2004 Pasal 9 harus di jalankan :
Penyelenggaraan reklame yang dilaksanakan sebelum memiliki IPR dan atau IMMR, akan dilakukan pembongkaran dan atau dikenakan denda.
Penyelenggaraan reklame yang dilaksanakan sebelum memiliki IPR dan atau IMMR, akan dilakukan pembongkaran dan atau dikenakan denda.
Berdasarkan fakta Pelanggaran Perda tentang Penyelenggaraan Reklame, Pemerintah di
tuntut untuk lebih bergerak aktif menuntaskan permasalahan ini, membuat jera
para pelaku demi terciptanya Tata Kota yang Indah. Hal ini juga tidak luput
dari Sistem
ekologi visual kota yang merupakan
faktor penting dalam menciptakan kota yang sehat dan berkelanjutan. Pertumbuhan
kota yang sangat pesat seringkali membuat keseimbangan lingkungan terganggu.
Kehadiran masa bangunan dan sistem jaringan jalan raya yang memenuhi lingkungan
perkotaan, seringkali dilakukan dalam mengakomodasi kepentingan ekonomi dan
industri belaka, sementara kepentingan lingkungan menjadi terabaikan.
Dampak yang sangat jelas dirasakan adalah terjadinya banjir, polusi udara, suhu udara yang meningkat, pencemaran air, dan permasalahan lingkungan lainnya. Kurangnya ruang-ruang terbuka yang berfungsi sebagai ruang ‘penangkap angin’ juga menjadi faktor penyebab lainnya. Seperti halnya sebuah rumah, kota memiliki sistem ventilasi udara yang sangat buruk karena ketidakseimbangan wilayah terbangun (solid) dan wilayah terbuka (void). Menempatkan reklame pada tempatnya secara baik, akan mengurangi dampak buruk dan kesemrawutan kota yang ditimbulkannya.
Untuk menciptakan citra visual yang baik, harus dilakukan penataan secara menyeluruh pada elemen-elemen visual kota, seperti desain bangunan yang kontekstual dengan elemen kota lainnya, furnitur jalan, elemen vegetasi, lampu jalan, bahkan sampai penataan papan-papan reklame. Kota-kota di Indonesia seringkali belum memperhatikan pentingnya penciptaan citra visual yang baik. Kondisi ini seringkali menyebabkan terjadinya polusi visual di lingkungan perkotaan. Wajah kota menjadi kacau dan tidak mampu menunjukkan jati diri yang sesungguhnya. Tampilan bangunan, furnitur jalan, dan media informasi hadir tanpa adanya arahan rancangan (design guidelines) yang jelas dan yang terjadi tentu saja kualitas kota yang buruk.
Citra visual kota sangat terkait dengan terbentuknya identitas sebuah kota, sebuah jati diri yang membuat kota dikenal secara spesifik dan berbeda dengan kota-kota lainnya. Namun tentu saja, hanya citra visual yang baik yang mampu memberikan identitas yang baik pula, dan di lain sisi, citra kota yang buruk akan memberikan identitas yang buruk pada kota tersebut.
Kenyataannya “iklan di luar ruang membuat lusuh wajah kota”. Idealnya Pemerintah Kota atau Daerah memiliki perencanaan penataan iklan yang jelas, tempat mana yang boleh dan tempat mana yang tidak boleh menjadi tempat iklan. Namun menurut kami, hal itu tidaklah cukup. “Kreatifitas” dalam pembuatan Iklan Luar Ruangan juga harus di pikirkan sehingga iklan tidak hanya terbatas sebagai media promosi suatu barang atau jasa namun iklan dapat di jadikan sebagai suatu karya seni.
Sayangnya
banyak daerah yang belum memiliki perencanaan tata letak dan lokasi iklan,
sehingga kelihatan wajah kota penuh dengan iklan yang malah membuat wajah kota
kelihatan jelek akibat penataan yang kurang. Iklan adalah kreatifitas dan
kreatifitas tidak mengenal batas. Dahulu iklan luar ruang terbatas hanya pada
signboard, sekarang iklan luar ruang tidak hanya terbatas pada signboard,
tetapi menciptakan kreatifitas yang tidak terbatas, apa saja bisa dijadikan
tempat iklan.
Para pencipta iklan luar ruang yang
begitu antik dan unik, penuh dengan kreatifitas dan penggunaan aspek teknologi,
dimana iklan bisa jadi memikat dan tidak dianggap mengganggu. Ketergantungan
kepada titik lokasi menjadi sangat berkurang, kota tidak lagi menjadi kawasan
yang penuh dengan billboard iklan, sementara pajak reklame bagi Pemerintah
Daerah juga tidak berkurang, malah mungkin menjadi berlipat ganda.
Sumber
:

Tidak ada komentar:
Posting Komentar