Disepanjang perjalanan, apa yang selalu kita cari dan inginkan adalah: Kebahagiaan. Namun, apa yang menjadi keinginan, dan apa yang kita impikan, tidak selalu hadir pada permukaan kehidupan. Seringkali apa yang kita cari, tidak yang kita inginkan.
Ataupun sering kita melihat diri kita sendiri, alangkah jauhnyaaaaaaaaaa diri kita ini dibandingkan kehebatan orang lain yang seusia dengan kita Terlebih jika jika orang itu lebih hebat dari sudut pencapaian duniawinya. Dan kita terus mencari ‘rasa’ itu. ‘ Rasa’ yang kita anggap hilang dari diri kita. Apa yang mampu kita lakukan di saat-saat ini?
Seperti perputaran siang dan malam, setiap kita punya siklus pribadi yang nyaris rutin. Mungkin ada dinamika di sebagian waktunya. Semacam lonjakan atau turunan ritme yang tajam. Walau tak setiap saat kita mengalami gejolak besar, berlompatan dengan kacau.
Sebabnya jelas, bahwa manusia diciptakan dengan tingkat ekspektasi dan harapan yang mungkin berbeda pada kadarnya, tapi sama pada istilahnya: orang ingin bahagia. Tak ada orang di dunia ini yang tak ingin bahagia. Siapapun mereka. Maka rutinitas hidup dimaksud adalah sekadar cara kita semua mengejar kebahagiaan itu dalam format-format yang konstan.
Karenanya, kebanyakan kita lebih suka garis hidup yang pasti, agar kita bisa mengharapkan kebahagiaan dimaksud dengan lebih pasti juga.
Di sepanjang proses mengejar kebahagiaan itu, kemudian kita sering menemui banyak orang melakukan kesalahan pada dua hal besar :
Pertama, pada jenis kebahagiaan yang dikejar dan
Kedua pada mentalitas dirinya sepanjang mengejar kebahagiaan itu.
Bagi seorang mukmin akhir dari seluruh harapannya tertambat di surga sana. Segala makna dari kerja-kerja dan amal-amal duniawinya hanya-lah jembatan tempat ia mengumpulkan modal pengharapan kepada Allah SWT. agar Ia berkenan memasukkan ke surga.
Tetapi pada sisi mentalitasnya, kita memerlukan sebuah prinsip mendasar:
bahwa sejujurnya, perjuangan mengejar puncak cita-cita itu, selama hayat masih di kandung badan, adalah perjuangan yang tak mengenal kata akhir. Bahkan, ia tidak pernah mengenal kata akhir selama orang-orang beriman masih ada di muka bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar